Minggu, 06 November 2016

Buta

Beberapa hari yang lalu, aku mengetahui suatu hal baru tentangmu. Hal yang membuatku bangga namun caraku terasa ironis.
Dulu, aku bebas bertanya apa pun padamu, begitu juga sebaliknya. Aku peduli padamu, kau lebih dari itu. Aku masih peduli padamu sampai sekarang, entah kau juga atau tidak. Bedanya, aku tidak lagi bebas bertanya seperti dulu padahal ada banyak pertanyaan yang harusnya kau terima sekarang.
Aku pikir kamu kuliah di sana, kemudian aku ragu dan ternyata aku salah.
Tidak jauh berbeda jaraknya. Masih jauh dan kali ini di pulau yang berbeda.
Seharusnya aku malu karena masih mempermasalahkan jarak.
Lupakan saja.
Aku bangga padamu.

Mengalir

Aku sedang mendengar lagu Payung Teduh yang judulnya Untuk Perempuan yang Sedang dalam Pelukan. Saat menulis kalimat barusan, aku merasakan deja vu. Aku pernah menulis di blog ini kalau aku sedang mendengar lagu Endah N Rhesa lalu kamu membacanya terang-terangan saat menelponku, kamu mengejekku.
Sebelum ini, aku mendengarkan San Francisco-nya 5SOS. Lalu aku mulai paham suatu hal barusan. Aku 'melihat'mu. Bukan dalam artian harfiah. Sudah bertahun aku tidak melihatmu, tentu saja. Kali ini aku melihatmu di musik yang kamu dengar. Aku merasakanmu, aku mengingatmu saat mendengar lagu Blink 182. Perlahan dari rambut kemudian tatapanmu. Aku rindu.

Jumat, 07 Oktober 2016

Jangan Khawatir, Ini Hanya Tempat Lainnya

Sudah lama sekali aku tidak memposting disini. Kalau blog ini adalah barang, mungkin sebelum ini harus aku lap dulu dengan bersih baru bisa aku tulisi.
Tepat seminggu yang lalu, aku melihat orang lain. Selama 4 tahun belakangan ini, aku tidak pernah membuka hatiku untuk orang lain. Aku tidak akan munafik soal menyukai orang lain, tapi biasanya aku hanya naksir biasa tanpa ada rasa untuk ingin memiliki. Aku pernah menyukai teman sekelas yang sekarang membuatku ilfeel, teman les yang juga orang batak, kakak tingkatku saat ospek, dan juga kakak tingkat saat aku tes wawancara pada organisasi jurusan. Dan semuanya hanya naksir biasa. Rasaku akan timbul sedikit saat melihat mereka, itu saja.
Tapi kali ini, untuk pertama kalinya dalam 4 tahun terakhir aku merasakan hal yang sudah lama menghilang itu. Yang hanya dimiliki oleh kamu, orang yang menghilang tanpa pamit jauh keluar kota sana.
Untuk pertama kalinya dalam 4 tahun, aku gugup saat diperhatikan, jantungku berdebar saat dia ada di jarak pengelihatanku, aku ingin mencari perhatian,  aku ingin terus melihatnya walau hanya sekilas, aku suka saat kami tidak sengaja saling bertatap mata, aku senang saat dia duduk didekatku, mendengar petikan gitarnya, memperhatikan gerak-geriknya, dan aku berharap dia memandangku seperti aku memandangnya.
Kali ini bukan lagi suka yang biasa. Aku tidak bisa berhenti memikirkannya seperti aku memikirkanmu. Mengingatnya membuatku senang.
Aku tidak mencarimu di laki-laki ini. Kamu adalah kamu, dan dia adalah dia. Aku menyukainya bukan karena dia mirip denganmu, bukan karena aromanya yang sama denganmu. Sama sekali tidak ada kemiripan kecuali dia yang bisa bermain gitar. Yah, banyak orang yang bisa main gitar kan? Entah kenapa, aku hanya menyukainya.
Boleh aku menyayangi dua orang secara bersamaan?
Kamu bilang, kamu ingin aku bebas. Sekarang aku menemukan dia, orang yang mungkin bisa membuatku bebas.
Tapi tenang saja, kamu tidak akan tergantikan.

Kamis, 16 Juni 2016

Postingan yang sama

Tentu saja tentang kamu lagi. Memangnya kamu mengharapkan apa? :)
Di awali tentangmu, maka isi dan akhirnya juga tentang kamu.

Apa kabar hari ini?
Sudah lama aku ga lihat pergerakanmu di sosial media. Aku tau kau sedang sibuk ujian tulis untuk masuk perguruan tinggi. Baru kali ini aku menyisipkan nama orang lain selain keluargaku dalam doa. Apapun hasilnya, aku percaya kamu bisa dengan usaha-usaha dan kerja kerasmu. Kamu berhak mendapatkan yang terbaik, aku selalu berharap begitu.

"Kadang-kadang, kau pikir, lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang. Jika ada seorang terlanjur menyentuh inti jantungmu, mereka yang datang kemudian hanya akan menemukan kemungkinan-kemungkinan." - Aan Mansyur

Mungkin akan terdengar lebih waras kalau aku berkata bahwa aku menganggapmu brengsek dan mencari lelaki lain yang jelas-jelas menyayangiku dan dia berada di kota yang sama denganku. Tapi karena aku ini mungkin sudah tidak waras, (mitosnya, jatuh cinta akan membuat orang tidak waras) aku bukan hanya menganggapmu brengsek dan mencari laki-laki lain yang berada di kota yang sama denganku, aku juga sadar dengan perasaanku. Lelaki ini berada satu kota denganku, lucu, manis, dan paling penting adalah kotaku adalah kota asalnya juga. Tapi dia bukan kamu. Itulah masalahnya, yang membuatku menjadi tidak waras.

Saat itu, aku berada di satu titik dimana aku merasa tidak diinginkan dan bodoh karena selama ini percaya saat aku pikir kamu tidak akan meninggalkanku, aku pikir kabar kepindahanmu itu hanya akan menjadi ilusi dan kita akan terus berada di satu kota bahkan sampai kita bosan dengan satu sama lain. Aku salah, tentu saja. Aku berpikir apa yang sedang aku alami saat itu akan selalu begitu, kamu yang diam-diam mencari tau di internet tentang hal yang aku bicarakan biar terlihat seolah paham, kamu yang berkata tidak ingin pindah, kamu yang menyayangiku, kamu yang berkata kalau aku tidak tergantikan, kamu yang ingin teriak kalau kamu adalah lelaki paling beruntung di dunia, kamu yang cemburu berlebihan, kamu yang diluar ekspektasiku. Dan sekarang aku bertanya-tanya, apa perasaanmu masih sama?

Kamu tidak merindukanku, itulah yang aku dapatkan sebelum kamu pindah. Kamu yang menghindar, itu juga yang aku dapatkan sebelum kamu memutuskan hubungan. Tapi saat ini, aku teringat hal-hal lain. Kamu sangat terlihat biasa saja setelah kita tidak berbicara lagi, tapi sebelumnya kamu masih ingin berteman denganku dan menyuruhku untuk tidak menangis. Kenapa?
Lalu kalau saat itu kamu hanya berpura-pura menyayangiku, maka apa tujuanmu dengan segala kecemburuan yang kamu buat? Bagaimana dengan telepon-telepon tengah malam yang selalu kamu minta? Dan juga kamu yang selalu terlihat senang saat melihatku dan selalu lebih dulu mendatangiku di sekolah saat itu? Kamu yang menyebut dirimu sendiri bodoh, brengsek, tolol dan segala macam itu saat aku marah padamu, kamu yang mencoba dengan keras untuk menyukai idolaku padahal kamu sadar kalau kamu tidak suka jenis lagu yang seperti itu, kamu yang bertanya universitas tujuanku agar kita bisa kembali bersama, kamu yang ternyata sampai sekarang tidak pernah pacaran dengan siapa pun lagi. Saat terakhir kali kita berbicara itu, aku sangsi saat kamu bersumpah kalau tidak ada perempuan lain. Tapi ternyata hal itu benar-benar terbukti.

Itulah.
Itulah yang membuat hal ini lebih sulit. Aku sudah pernah mencoba hubungan dengan lelaki lain walaupun kemudian berakhir karena perasaanku ke kamu. Kenapa kamu tidak punya pacar lain saja? Pertanyaan tidak waras dari orang yang tidak waras. Logikanya aku mencintaimu dan tidak ingin orang yang aku cintai dimiliki orang lain, tapi ternyata sejujurnya aku bahagia kalau kamu bahagia. Cheesy banget sih emang. Tapi hal itu bakal bikin aku lebih mudah melanjutkan hidup dan memastikan kalau kamu memang sudah menemukan perempuan lain.

Dulu aku pikir, perasaanku ini hanya perasaan rindu akan masa lalu. Seiringnya waktu saat aku pernah mengira kalau kamu sudah punya perempuan lain, air mataku tumpah. Sakit rasanya, tapi bukan sakit yang seperti itu. Sakit yang kemudian membuat hatiku lapang. Kemudian saat itu aku tersenyum. Rasa cemburuku bahkan terkalahkan dengan rasa lega pada kenyataan bahwa kamu bisa berbahagia dengan orang yang kamu pilih. Lalu saat aku sadar kalau ternyata aku salah mengira, di titik itulah aku sadar kalau aku, perempuan yang kamu tinggalkan ini, mencintaimu.

Minggu, 29 Mei 2016

Mesin Waktu

Hari itu Sabtu, kuliah libur, dan aku belum mandi padahal sudah sore. Kata Raditya Dika, mandi pagi di hari libur itu adalah penghinaan. Yah, kira-kira gitu deh kata dia. Dan aku setuju dengan pernyataan itu hehe.
Postingan kali ini ngomongin tentang Mesin Waktu. Belum ada ilmuwan mana pun yang menemukan mesin waktu. Waktu itu tidak bisa di genggam. 0,01 detik aja terlewat, itu sudah jadi masa lalu, seperti aku yang lagi nulis ini, judul yang pertama kali aku ketik adalah masa lalu. Ih muter-muter ya omonganku. Tapi Pidi Baiq bilang,"Kukira, aku tidak akan pernah berada di masa depan, karena nyatanya, aku selalu berada di hari ini, yang harus lebih baik dari kemarin." Bener, aku juga setuju dengan kutipan itu. Kalau ngomongin hal yang ga bisa diterima akal ini, rasanya bingung ya? 
Menurut aku pribadi, mesin waktu secara harfiah itu memang tidak ada. Walaupun ada banyak cerita-cerita tentang penjelajah waktu. Waktu itu melebihi angin, cahaya, dan air. Parah sekali, tidak bisa dilihat dan dirasakan. Satu detik saja berlalu, sudah jadi kenangan dan satu detik belum dilewati, akan jadi masa depan. Simpel sekali pernyataannya.
Alasan kenapa orang menginginkan mesin waktu atau ingin kembali dan juga meloncati masa sekarang adalah karena rasa penyesalan dan penasaran. Orang-orang ingin memperbaiki diri dan merasa malu dengan diri sendiri. Tapi percayalah, semuanya sudah ditakdirkan begitu. Tidak ada kejadian yang tidak punya arti untuk kita walaupun sampai saat ini, kita tidak menyadari maksud dari hal-hal yang sudah terjadi itu. Kenangan-kenangan dan segala macam bentuknya. Ada lagi alasan kenapa orang ingin kembali ke masa lalu, bukannya ingin mengganti apa yang terjadi tapi mereka rindu. Rindu dengan apa yang terjadi dulu, jika di bandingkan dengan yang sekarang. Terkadang ada hal-hal yang tidak bertahan lama, hal-hal yang hanya diberikan pada kita dalam waktu tertentu, hal-hal yang membuat kita ingin merasakannya lagi. Yah, ini sih curhat aja terus haha.
Imajinasi tentang mesin waktu pasti sebuah ruang kotak dengan tombol-tombol yang kemudian membawa kita ke suatu masa yang kita inginkan, yang sampai sekarang hanya bisa diciptakan lewat kartun Doraemon dan SpongeBob. 
Malam itu, aku membongkar lagi kotak yang berisi semua kenangan tentang kamu. Komik, foto, lembaran blog tentangmu yang sudah aku print lalu aku hapus, semuanya. Saat sedang membaca tulisan lamaku, aku tertawa sambil mengusap air mataku. Kenapa dulu aku naif sekali? Kenapa dengan percaya dirinya aku berpikir kita akan terus begitu? Senang, gembira, selalu mendengar suara satu sama lain sampai pagi lewat telepon, saling kangen, dan selalu bisa mengutarakan perasaan satu sama lain bebas kapan pun. Kenapa aku dengan naifnya menjawab kalau kita akan selalu bersama? Kenapa saat itu aku bisa berpikir kalau jarak tidak akan pernah jadi kendala? Kenapa aku dulu mikir kalau kamu tidak akan mungkin menyakitiku?
Aku percaya padamu.
Dan aku bodoh karena ada banyak faktor-faktor yang tidak aku pahami sampai sekarang kenapa kita bisa jadi dua orang egois yang tidak pernah saling sapa sedikit pun.
Maaf.
Tapi aku masih butuh penjelasan. Menurutku semua itu nggak jelas. 
Aku butuh alasan yang jelas, aku butuh penjelasan yang sebenarnya. Aku bahkan lebih bisa terima kalau kamu selingkuh, menemukan perempuan lain, atau bahkan bosan padaku, aku mungkin aku mengekangmu. Sebenarnya apa yang salah saat itu? 
Kamu menjauh beberapa minggu sebelum kamu pindah, lalu kemudian harus aku yang menghubungimu duluan agar aku tahu kabarmu? Agar aku tahu kabar hubungan yang gantung itu? Boleh aku tanya, gimana nasib hatiku sekarang kalau hari itu aku ga bertanya tentang hubungan kita? Mungkin sampai sekarang aku masih menunggumu tanpa kepastian yang jelas dan rasa bingung. Sampai sekarang pun sebenarnya masih begitu.
Aku memang marah. Tapi aku juga rindu. Entah perasaan macam apa ini.
Lalu kemudian aku melihat kotak itu dan isinya lagi. Semua itu adalah mesin waktuku. Mesin waktu berharga yang bisa membawaku kembali. 

Kamis, 31 Maret 2016

Terima kasih

Aku bukan melamun. Aku hanya memusatkan perhatian pada sesuatu yang orang lain tidak lihat dan tidak mengerti. Sudah lama aku memikirkan hal ini. Jangan harap aku melupakanmu dan melanjutkan hidup.  Melanjutkan hidup?
Ingatanku masih segar seolah hal tersebut baru terjadi kemarin. Otak ini tak ingin mengenyahkan kamu dari ingatan-ingatan manis sampai yang pahit sekali pun. Kamu tidak berubah, kamu adalah kamu dan itulah yang membuatku suka bahkan sampai sekarang. Aku tidak akan pernah bosan dengan kamu. Aku bersyukur sudah mengenalmu walaupun hanya 1% saja. Kamulah orang yang aku perhatikan sejak awal lalu hanya untuk kamu aku pendam rasa itu. Kamulah orang yang ingin aku ajak bicara, aku ingin mendengar suaramu saat kamu berbicara langsung padaku. Dan aku senang melihat tingkah lakumu yang terkendali tapi malah banyak bicara saat bersamaku.
Langkah kaki yang kamu ambil, wajah kecewa itu, dan rasa rindu yang tidak terbalas. Apa semua itu benar? Apa yang terakhir kali aku lihat itu asli? Tapi ya, kamu berhasil dengan semua itu. Aku jadi membenci diriku sendiri karena tidak berjuang bertemu dengamu di hari-hari terakhir kamu pergi. Jangan merasa bersalah, tolonglah. Aku hanya tidak bisa berpisah denganmu dengan cara seperti itu, aku sangat capek badan dan juga batin saat itu.
Beberapa kali aku terpikir akan hal ini. Aku sering melihat janji-janji di novel-novel dan film-film. Kalimat-kalimat yang terdengar menjanjikan. Tapi suatu hari aku sedang memikirkanmu, aku jadi ingin berterima kasih. Terima kasih karena tidak pernah meninggalkan janji-janji, terima kasih sudah membuatku tidak terikat dan menunggu. Aku terlalu buta saat itu untuk menyadari kalau kamu memang tidak akan pernah kembali ke kota ini dalam waktu dekat atau pun lama. Dan kamu sudah menyadari hal itu sejak awal, bodoh sekali aku ini. Janji-janji yang orang-orang ucapkan pada pasangan mereka, memang tidak bisa kamu ucapkan. Tapi aku tetap memilihmu walaupun tanpa janji-janji itu.

Senin, 28 Maret 2016

Batas yang Jelas

Postingan-postingan yang aku tulis disini bukan berarti hal yang sebenarnya. Ini hanya pikiran-pikiranku saja, tentang seseorang yang membuatku pertama kali menulis disini. Dia sudah membaca tulisan-tulisanku dulu yang kemudian aku hapus karena malu. Tapi sekarang, mungkin dia sudah lupa dengan blog ini atau mungkin tidak peduli. Aku tidak ingin tahu alasannya.
Aku tidak bisa berbicara padanya lagi, jangan heran kalau aku suka menulis disini seolah-olah berbicara pada dia. Dan sekarang aku akan mulai berbicara padanya.
Halo kamu.
Apa kabar kamu? Apa kabar sekolahmu? Kamu udah ngisi SNMPTN? Isi yang bener ya, kebetulan banget Universitas impian kita sama. Mudah-mudahan kamu lulus disana dan ngewakilin aku haha.
Maaf aku sok dramatis ngucapin 3 menit sebelum hari ultah kamu habis. Aku cuma ragu apa yang harus aku katakan dan apa respon yang akan aku dapat. Lega sekali rasanya saat tahu kalau kamu tidak hanya membaca tapi juga menjawab di menit itu juga. Aku tidak tahu, aku terlalu gugup dan langsung mengeluarkan akun instagramku saat itu juga.
Aku senang kamu menjawab. Tapi lucu sekali rasanya saat kamu memanggilku 'kak', sopan sekali seperti berbicara pada kakak tingkat yang tidak pernah kamu kenal, tidak pernah kamu panggil sayang, tidak pernah kamu utarakan cinta, tidak pernah kamu khawatirkan, tidak pernah kamu cemburui habis-habisan, tidak pernah apa-apa. Dari mana kamu mendapat kesopanan itu? Seingatku dulu, pertama kali kamu berbicara padaku, tidak sekali pun kamu mencoba untuk ramah dan sopan. Yang kamu utarakan tidak lebih dari "O" dan "Y" atau kalau lebih pun, kamu hanya ingin mengejekku. Terkadang ada banyak kalimat manis yang kamu ucapkan tapi tetap saja, cuek.
Aku suka kamu. Aku suka saat kamu menjadi dirimu sendiri. Brengsek ya brengsek aja, tapi kamu tetaplah kamu dan aku suka sama kamu. Aku juga berpikir kenapa aku menyukaimu selama ini, sedalam ini? Sampai sekarang aku tidak mendapat jawaban dari diriku sendiri. Aku tidak tahu, aku hanya suka kamu. Walaupun sesopan itu, kamu tetaplah kamu.
'kak'
Apa itu?
'kak'
Kenapa kamu memanggilku begitu?
'kak'
Apa itu suatu kode? Panggilan singkat untuk kemudian membatasi hal yang kamu perjelas sejak kita berpisah?
'kak'
Maaf sepertinya aku terlalu menuntut pada masa lalu.

Aku akan berhenti berharap, tapi aku tetap mencintaimu.
Aku memang mencintaimu. Aku bisa bilang, waktu aku melihatmu dengan wanita lain, aku malah bahagia. Ada perasaan lega di hatiku. Aku ingin kamu bahagia. Ya, aku menangis tapi aku bahagia sekali. Bahkan perasaan cemburuku tak terasa lagi. Aku hanya bahagia.

Minggu Pagi

Catatan sepuluh hari yang lalu.
Pagi itu aku tersenyum. Kalau saat itu 4 tahun yang lalu, mungkin aku sudah menangis sesenggukan. Kau muncul di dalam mimpiku dengan puisimu. Bodoh sekali rasanya saat membaca baris ketiga, aku malah terbangun. Dadaku berdebar kencang. Ingin menangis rasanya, tapi tidak bisa. Padahal dengan menangis, maka perasaanku akan lega. Aku bahkan memaksakan tangisku untuk keluar. Atau mungkin aku terlalu hancur untuk menangis lagi

Selasa, 15 Maret 2016

Catatan singkat di sudut layar

Selamat ulang tahun dua belas hari lagi untuk kamu yang berada di dunia yang sama, negara yang sama, pulau yang sama, hanya saja kotanya yang berbeda. Ini catatan tentangmu di pagi buta dengan benak yang berkumpul dan perasaan yang bergumul tak enak.
Entah berapa kata lagi yang akan aku tulis di entri satu ini. Entah berapa ingatan lagi yang harus membawaku membuka blog ini lagi untuk menuliskan beberapa kalimat sampai emosiku surut lagi seperti manusia tak berperasaan. Aku tidak tau mengartikan perasaan ini apa, tapi tanpa kau suruh pun aku akan mengatakan kalau aku mencintaimu. Aku mengingatmu saat aku sedang sendiri, namamu terukir jelas di benakku, wajahmu membuatku rindu, dan aku masih mengingat kecupan spontan yang kamu berikan.
Sekarang senyumanku selalu untuk kenagan kita. Kenangan saat kamu menuliskan i love you lebih dari seratus kali itu, kenangan saat kamu menyuruhku keramas karena takut aku sakit kepala karena hujan padahal kamu yang kehujanann paling banyak, kenangan saat kamu memberi komik favoritku, kenangan saat kamu marah karena aku lebih akrab dengan teman laki-lakiku, dan kenangan saat kamu mengacuhkanku sejak beberapa hari sebelum kamu pindah.
Hari hari kelam saat aku mengingatnya dengan tangisan sudah berakhir. Yang tersisa hanya rasa rindu yang hangat dan harapan. Jelas sekali kita tidak akan bertemu kembali ya? Kenapa aku masih mengingatmu seolah-olah takut satu hal saja terlupa akan membuatku kehilangan perasaan terhadap kamu. Kenapa aku masih berharap padahal kamu jelas-jelas menghapusku dari hidupmu. Kenapa aku merindukan kamu yang bahkan mungkin sudah lupa nama lengkapku? Haha kenapa aku bisa sebodoh ini saat jelas-jelas kamu mencampakkan aku dan aku masih mau merindukan kamu? Aku menolak melupakan kamu. Aku takut tatapan dan senyuman yang jarang terlihat itu terhapus dari ingatanku.

Jumat, 04 Maret 2016

Aku menangis di tengah hari

Sebelumnya aku ingin bertanya, apa kamu pernah merasa kosong?
Apa kamu pernah merasa hampa?
Apa kamu pernah merasa ada yang salah?
Apa kamu pernah merasa sendirian di tengah keramaian? Bahkan saat benar-benar sendiri pun kamu lebih memilih begitu daripada merasa sendiri secara mental?
Aku pernah merasakan semuanya.
Belakangan ini hal itu terjadi padaku beruntutan seperti tak ingin absen dari perasaanku. Apa aku sedang datang bulan? Tentu tidak. Apa mungkin ini karena aku wanita yang irelevan? Aku tidak tahu.
Yang jelas jika semua itu terjadi padaku, aku akan sangat merasa tidak nyaman dan tersiksa.
Belakangan ini, aku juga mengalami insomnia yang parah, aku tidak bisa tertidur dibawah jam 1. Bukan karena ponselku. Sebenarnya tidak ada apa-apa di ponselku. Ponselku sepi, tidak ada yang mau repot-repot berbicara padaku. Tentu saja.
Setiap memejamkan mata, aku merasa tidak nyaman. Aku ketakutan. Tidak merinding, tapi was-was.
Aku merasa insecure bahkan saat ingin tidur.
Dan barusan aku menangis entah karena apa. Hari ini, hari sabtu. Tidak ada yang dikerjakan selain membaca wattpad, memetik gitar, mencoba chord gantung yang sangat sulit, menjemur pakaian, dan merapikan piring yang sudah dicuci. Setelahnya aku menulis ini.
Beberapa menit yang lalu aku menangis. Ada perasaan sesak di dadaku. Ada perasaan terdalam meneriakkan,

Lakukan apa yang ingin kau lakukan.

Bebaskan dirimu.

Kau tidak perlu merasa terkekang, kau tidak pantas didikte.

Ini hidupmu, kau tuannya.

Kembali ke beberapa jam yang lalu. Semakin aku bertumbuh besar, aku merasa hidupku bukan aku tuannya. Saat SD, nilai-nilaiku hancur berantakan. Adikku dilahirkan dan dia pintar luar biasa. Tapi saat SMP, aku mulai keluar dari zona nyamanku. Aku tidak malu bersekolah di SMP swasta. Diluar ekspektasi, semua orang mulai dari guru, kakak kelas, teman seangkatan yang berbeda kelas, sampai adik kelas, semuanya mengenalku. Aku juara dari kelas 7 sampai 9 semester 1, masuk ke semester 2 peringkatku turun ke juara 2. Orang tuaku bangga, tentu saja. Mereka tersenyum puas, aku suka saat-saat itu.
Saat masuk SMA, aku tidak punya keinginan apa-apa selain masuk ke SMA Negeri favorit di kotaku. Mama sudah mengenalkanku dengan sekolah itu sejak awal-awal aku masuk SMP, atau mungkin akhir SD. Saat itu aku terobsesi harus masuk ke sekolah itu. Satu-satunya hal yang membuatku masuk ke sekolah itu adalah ekspektasi kebanggaan dari Mama. Dan akhirnya aku memeng masuk. Kesempatan masuk ke SMA Negeri lain yang lumayan jadi favorit di kotaku tanpa perlu tes lagi karena saat itu nilaiku yang selalu menanjak, aku buang.
Sejak masuk SMA, ekspektasi tinggi orang-orang di sekitarku termasuk orang tuaku sendiri membuat aku merasa tertekan. Aku tidak suka didikte, aku tidak suka melakukan hal yang di bawah tekanan. Aku ingin memberontak rasanya. Aku ingin mereka menerimaku dan bangga padaku apa adanya. Aku ingin mereka mengerti kalau aku juga punya batas. Aku butuh kehidupanku. Aku ingin meraih apa yang aku inginkan. Aku tertekan, amat tertekan. Dan itu membuatku sedih.
Apalagi saat masuk kelas 12 semester 2. Saat kami semua sibuk dengan SNMPTN dan SBMPTN. Saat itu aku tidak lulus SNMPTN. Bodoh sekali pilihanku, Administrasi Fiskal UI, Ilmu Komunikasi UNSRI, dan Administrasi Negara UNSRI. Saat itu, anak teman dari Mamaku sudah lulus SNMPTN serta PMDK di suatu kampus negeri. Sedangkan aku masih sibuk ikut BimBel. Setiap aku memegang novel, Mama akan menceramahiku sampai akhirnya aku memegang buku soal SBMPTN.
Jujur saja, saat itu yang membuat aku berusaha harus masuk kuliah di Universitas Negeri adalah gengsi Mama. Saat SBMPTN, aku lulus di satu-satunya pilihanku yaitu di Hukum UNSRI. Aku juga lulus di kampus yang sama seperti anak teman Mama.
Dari keduanya, tidak ada yang aku minati sedikit pun. Hal-hal yang membuat aku menyiapkan strategi agar masuk kesana adalah tekanan Mama, dibanding-bandingkan dengan anak orang lain, dan teman-temanku yang menjauhiku hanya karena aku ingin jujur dan tidak mau membeli kunci jawaban soal UN.
Ya, senang akhirnya bisa membuktikan ke mereka kalau aku bisa lebih baik.
Tidak, aku masih tidak suka apa yang aku pilih.
Memang tidak ada yang memaksaku tapi secara batin, aku sangat merasa disudutkan.
Masuk ke kampus ini pun, aku masih bertemu dengan orang yang siap menyudutkan dan mendikteku. Satu-satunya teman dekatku menjauhiku dan bertingkah seolah aku tidak ada entah karena apa. Karena lelaki yang dia sukai mendekatiku? Bukan salahku, sialan.
Dan lelaki yang mendekatiku itu berjanji kalau dia ingin membuktikan sesuatu padaku. Lalu minggu berikutnya dia memiliki perempuan lain. Dia ingin membuktikan apa? Membuktikan kalau dia brengsek? Tidak usah dibuktikan dan tidak perlu mengaduk-aduk perasaanku.
Mereka semua menghabiskan waktu dan energi.
Dan satu lagi hal yang kadang membuatku sangat hancur sampai-sampai tidak bisa menangis lagi.
Aku belum berdamai dengan kamu setelah 4 tahun terakhir aku tidak melihat wajahmu.
Semoga kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan.

Kamis, 14 Januari 2016

Mereka

Harus mulai dari mana aku bercerita? Dan kenapa aku harus memposting tulisan pertama di tahun 2016 dengan tulisan yang begini? Tapi apa salahnya juga kalau aku nulis begini?
Begini
Begini
Begini
Blah
Aku sudah pernah dikhianatin teman sendiri, dibohongin teman sendiri, dijauhin, ditinggalin, dilupain, dianggap ga ada dan aku ga tau salahku apa. Pandanganku dan pandangan dia pasti berbeda. Mereka ga pernah terang-terangan berkata didepanku kalau aku salah, mereka juga ga pernah bilang kalau mereka ga suka apa yang aku lakukan. Mereka cuma bakal memperlakukanku dengan berbeda dari biasanya tapi mereka akan tetap jalan bersebelahan denganku. Kamu ngerti maksudku? Ibaratkan gelas yang ada isi airnya. Yang awalnya airnya penuh, sekarang cuma setengah. Airnya tetap ada tapi volumenya berbeda.
Mungkin memang aku yang salah tapi aku ga tau letak salahku dimana. Mau nanya takut kalau itu cuma perasaanku. Jadi aku cuma kecewa dalam diam malah kadang aku ga mau ambil pusing.
Tapi aku ga pernah sekecewa sekarang.
Aku ga nyangka bakal dijauhin dan diperlakuin berbeda entah karena apa.
Kita baru temenan selama kurang lebih 4 bulan. Yang biasanya becandaan bareng, kemana-mana bareng, ada rencana bareng, saling ngeremehin satu sama lain karena sama-sama ga bisa ngerjain tugas mata kuliah, saling nungguin kemana-mana, pulang bareng. Bukan berarti aku mau semuanya dilakuin sama-sama tapi ada yang beda disini. Sesuatu yang perlahan mencoba untuk hilang.